Lingkaran Bunga Mawar

8.7K 401 7
                                    

Pekerjaan ini membuat aku mati rasa. Bagaimana tidak aku mengangkat bertonton gandum dari truk, berton ton kopi gila dan teh. Membawanya ke dapur yang harus melewati 20 anak tangga. Saat sore datang, para pekerja langsung mendapat upah mereka. Kecuali aku.

Aku menunggu hingga petang. Dan memang tidak pulang kerumah karena dia harus membersihkan kandang. Werda memanggilku yang lagi terlentang didapur.

Mengajakku untuk masuk ke ruang makan. Ternyata benar lelaki itu memiliki banyak gundik. Ada 8 orang gundik yang dimilikinya. Aku biaa melihatnya dari samar samar dapur.

Werda menyuruhku untuk masuk. Ketika menyadari siapa gerangan lelaki itu. Dan siapa gerangan wanita disampingnyan

"Paman Zyan. Ibu" panggilku. Jantungku berdegup hebat. Mereka yang menunduk makan, menatapku.

Ibu sudah nampak tua dari terakhir kita bertemu. Caranya berpakaianpun masih seperti lonte, bersama wanita wanita lainnya. Sedangkan paman Zyan dia tetap seperti dahulu. Tetap dengan style rambut klimisnya.

"Vanessa" panggil Ibu. Dia bangkit dan segera memelukku. Aku menepis pelukannya. Entah mengapa aku merasakan amarah dalam jiwaku. Tidak pernah aku merasa semarah ini, bahkan ketika ibu memilih untuk tinggal bersama paman Zyan.

"Aku tidak tahu anda" ujarku kasar.

Werda nampak bingung. Dia memutus keheningan diantara kami. "Namanya Vanessa dia dari Vienna" kenalnya.

Paman Zyan segera bangkit dan memelukku hangat.

Dup
Dup
Dup
Dup

Hey, ada apa denganku ini. Mengapa jantungku berdegup seperti ini. Aroma tubuhnya, mengapa aku bergetar ketika menghirupnya. aroma chocolate mint dari tubuhnya seperti sebuah ganja yang membuatku mabuk kepayang.

Aku bahkan tak bisa melepas pelukannya.

"Kau sudah besar anakku?" Tanyanya.

Aku menatap kedua mata Violetnya. Mengapa aku menjadi menggigil seperti ini. "Dia adalah pela..." ujar Werda.

"Dia adalah anakku. Dia anak sahabatku, tapi telah menjadi anakku. Paman tahu kau pasti akan datang. Iyakan Vanessa" ujar paman Zyan antusias.

Mengapa aku tak bisa menjawab pertanyaannya. Mengapa aku hanya bisa diam. Mengagumi pesonanya. Ada apa denganku. Mengapa aku berbeda dengan 2 tahun yang lalu.

"Aku... Aku..." ujarku terbata.

"Kau sudah makan anakku?" Tanya Ibu. Lehernya mendongak entah apa yang sedang dipamerkanny. Dia menggeretku untuk duduk di kursinya. Tepat disebelahku adalah paman Zyan. Dia mengambilkan piring dan makanan untukku.

"Jadi kau tinggal di nomor 49. Bukan 32 sampai 48" ujarku.

Paman zyan tersenyum. Dan senyumannya manis, dia memiliki gigi yang sangat rata. Dan memiliki lesung pipi. "Itu alamat lamaku" ujarnya. "Makanlah" ujarnya. Paman Zyan mengode ibu yang berdiri duduk dupangkuannya. Sangat menjijikkan, berulang kali paman membuat Kiss Mark di payudara ibu yang menyundul.

Aku segera bangkit. Awalnya aku pergi dan aku lupa membawa piringku. Membuatku kembali mengambil piringku dan makan di luar.

Aku makan didepan pintu. Terdengar suara percakapan ibu dan paman. "Berikan dia makanan lebih banyak" ujar paman Zyan.

"Ambil piringku" ujarnya lagi. Ibu membuka pintu. Melihatku makan didepan pintu. Dia duduk disebelahku, menaruh makanan satu persatu dipiringku, ketika makanan dipiringku akan habis.

Setelah semua habis aku memeluk ibuku dengan erat. Lalu menangis dipelukannya. Aku tak bisa berbohong aku merindukannya, sangat merindukannya. Rasa rinduku semakin tak tertandingi ketika ibu membalas pelukanku. Sudah lama kami tidak berpelukan.

Sam datang kepadaku. Dia mengajak pulang. "Dia sam bu" kenalku pada ibu.

"Hallo Sam" ibu menjabat tangannya.

"Mari kukenalkan pada pamanku" ujarku. Aku membuka pintu betapa terkejutnya aku ketika melihat seorang wanita tengah berdiri didepan paman Zyan yang duduk. Wanita itu menaikkan rokya, membuat paman Zyan bisa melihat bokong bahkan belahan kewanitaannya.

Aku segera menutup pintu. Aku menatap ibuku iba. Wajah ibu terlihat datar, aku kenal betul bagaimana ibuku. Dia adalah oranh yang paling ceria dan tidak pernah memiliki beban hidup. Aku menepuk pundak ibu. Ibu tersenyum dan mengecup tanganku.

"Aku akan pulang. Dan kembali besok" ujarku pada ibu.

"Jangan pulang nak" pinta ibu bangkit dan menggengam kedua tanganku. "Ibu tak pernah menghargai keberadaanmu, tapi ibu baru menyadari kehadiranmu adalah cahaya untuk ibu. Jangan tinggalkan ibu" pinta ibu.

Ada apa dengan ibu. Dia bukan seorang wanita yang mengeluh. Hidupnya adalah kebahagiaan. Mengapa ibu menjadi seperti ini. Bukankah ini yanh ibu mau?. Memiliki harta melimpah, tinggal bersama lelaki bangsawan, jauh dariku yang merepotkan. Bukankah seharusnya ibu merasa bahagia?.

"Anakku" paman Zyan keluar dari pintu. Ibu menyeka air matanya. Dan langsung tertunduk.

"Hey paman" ujarku.

"Ada apa?" Tanyanya.

"Mmmh. Aku mau pulang" ujarku.

"Ke Vienna? Kau punya uang untuk kembali?" Tanya paman menganbil kantung yang menggantung di jasnya.

"Tidak aku akan menetap di Praha. Oh ya aku bekerja didapurmu" ujarku dengan tawa. Mencoba melupakan apa yang kulihat nanti. "Oh ya Paman aku sangat bahagia kau memanggilku dengan sebutan anakku"

Paman tersenyum memasukkan lagi kantong kedalam jasnya. "Kau telah menjadi anakku Vannesa" ujar Paman mengelus pipiku.

Darahku terasa panas. Aku yakin pipiku merah sekarang, napasku tak karuan. Mengapa Paman Zyan memiliki mata yang hangat.

"Oh ya paman. Kenalkan ini Sam" kenalku pada Sam yang menunduk.

"Samuel Pedrosa sir" kenal Sam pada pamanku.

"Dia temanku dari Vienna yang membawaku ke Praha" ujarku semangat.

"Dia pacarmu?" Tanya Paman.

Aku tersenyum melirik Sam nakal. Jujur saja aku memang memiliki sedikit rasa dengan Sam. Dia hangat, bertanggung jawab, wajahnya juga tidak jelek jelek banget.

Aku segera menggandeng tangannya. "Kita akan pacaran paman" Sam melirikku seolah bersiap untuk membunuhku.

Paman tertawa begitu juga dengan ibu. "Mengapa kalian tidak tinggal disini?" Tanya Paman.

"Tidak usah Sir, kami telah menyewa rumah di pinggiran kota." Tolak Sam sopan.

"hey, Anak muda. Aku tidak suka jika ada lelaki membawa anak gadisku" ujar Paman sekali dengus. Nadanya sangat dalam dan penuh penekanan.

Sam mengangguk "Vanessa akan stay disini" Sam tersenyum melepaskan tanganku.

"Itu bagus" ujar Paman.

"Baiklah. Aku harus pulang. Besok aku akan kembali Vannessa" pamit Sam membelai rambutku. Dan memang sudag seperti kakak laki lakiku.

Aku mengejar Sam. "Aku akan kembali besok Vannesa" ucap Sam.

"Tidak tidak. Aku tidak ingin kehilangan kau lagi. Kita datang ke praha bersama, jika kau pergi aku akan selalu ikut bersamamu" ujarku.

Sam tersenyum. "Ayolah Vanessa, kau sudah bertemu dengan keluargamu".

"Kau adalah keluargaku. Aku menyayangimu" ujarku. "Lagipula Paman Zyan sangat baik hati dia memberikan tempat tinggal kepada kita" bujukku.

"Dia memang baik. Tapi nampaknya dia agak Psikopat................

A Perfect Sin (complete)Место, где живут истории. Откройте их для себя