Pendekatan

27 1 0
                                    


Hmm, wangi itu...

Sepertinya aku kenal dengan wangi yang satu ini. Yup, benar saja tak lama kemudian Kyno lewat di depannya. Aku hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh. Tapi entah mengapa kakiku terdorong oleh angin untuk mengikutinya. Padahal aku tidak tahu tempat tujuannya.

" Sial, kurasa ada yang mengikutiku dari belakang. Ok bila itu maunya, mari kita mainkan." Kyno bergumam.

Kyno berlari dan Kayna pun kehilangan jejak. Kayna berusaha mengikutinya, tapi apa daya diriku sangat lambat untuk mengejarnya. Sekarang yang aku lakukan adalah mencarinya ke seluruh penjuru sekolah.

" Ahh tidak, aku kehilangan jejak." Rengek Kayna kesal.

GUBRAK!!!

" Awhh, sakit." Aku bergumam sambil memegangi kakiku. Aku terjatuh karena tersandung kaki seseorang. Aku tak tahu siapa tapi paling juga Varas dan teman temannya. Sudah sering aku bermasalah dengan mereka. Kepalaku mendongak ke atas untuk melihat siapa pelakunya. Aku terkejut saat melihat sang pelaku.

" Kkk-kyno..." Ucapku terbata-bata.

" Ngapain lo ngikutin gue?" Tanyanya sinis.

" Aaa-aku gak ngikutin." Jantungku berdegup kencang. Badanku lemas saat aku coba untuk berdiri. Keringat mengucuri tubuhku.

" Sini gue bantu." Dia mengulurkan tangannya. Jantungku tidak dapat terkendali saat menyentuh tangan lembutnya.

" Makasih.." Jawabku pelan.

" Lo masih belum jawab pertanyaan gue. Lo ngapain ngikutin gue?" tanyanya sambil mengernyit.

" Gue mau minjem buku fisika lo dong. Soalnya, tadi gue gak nyatet." Jawabku sambil menyengir kuda.

" Oh, nih. Gue bawa." Ucapnya sambil memberikan buku yang tertera nama sang pemilik, ' Kyno Adipura.'

" Ok, thanks." Kataku sambil memaparkan senyum terbaik ku. Namun ia tak menjawab sepatah katapun. Bahkan membalas senyumku tak dia lakukan. Lagi lagi aku hanya bisa melihat punggungnya dari kejauhan.

***

Kali ini aku merasa matahari bersinar lebih terang. Aku makin semangat menuju sekolah. Satu alasannya, aku merindukannya. Padahal ini hanyalah libur sekolah biasa. Cuman sehari pula. Tapi tetap saja tidak bertemu selama satu hari dengannya berasa satu tahun bagiku. Hahaha, lebay banget gue.

Aku berjalan menuju sekolah dengan sendiri. Hanya kicauan burung dan suara angin yang selalu setia menemani. Namun kali ini berbeda, ada benda yang sekarang ku genggam dengan erat dan kadang ku dekap. Benda itu adalah buku fisikanya Kyno. Aku berasa tak mau lepas dengan buku itu. Di sana tercium semerbak parfum lelaki itu. Yang sudah ratusan kali ku cium wanginya.

Sesampainya di sekolah, semua berjalan seperti biasa. Pelajaran yang membosankan, bisingnya kelas saat gak ada guru, dan.. berkelahi dengan Varas. Lagi lagi cewe itu. Sampai bosan aku berurusan dengannya.

"Kkkrriiiingggg!!!"

Sudah dua kali bel itu berbunyi. Artinya istirahat tiba.

" Kay kantin yoks." Ajak sahabatnya.

" boleh-boleh." Jawabnya girang. Mungkin aja di sana gue bisa ketemu Kyno.

Setelah tiba di kantin mereka tidak melihat meja kosong. Yang mereka lihat hanyalah anak anak yang sedang asyik menyantap makanannya. Namun, tidak lama kemudian Laurent melihat Lucas dan Kyno sedang duduk di meja yang masih tersedia dua bangku kosong. Dengan refleks Laurent menarik lengan Kayna.

" Apa sih, Ren?" Ringisnya yang berusaha melepaskan genggaman tersebut.

" Itu ada bangku kosong." Jawab Laurent mengacuhkan Kayna yang sedang kesakitan.

" Mana?" Tanyanya

" Itu tuh di sebelah Lucas sama Kyno". Dengan sengaja ia memberhentikan langkahnya. Hingga Laurent ikut berhenti.

" Kenapa berhenti?" Tanya Laurent kebingungan.

" Lo yakin mau duduk di situ?"

" Ya, yakin lah. Lagian mau duduk dimana lagi coba?" Jawab Laurent meyakinkan. Kayna pun hanya bisa mengikutinya dari belakang.

" Kita boleh duduk di sini?" Tanya Laurent kepada dua orang lelaki yang sedang asyik menyantap makanan mereka.

" Boleh kok." Jawab Lucas ramah. Sementara Kyno mengacuhkan mereka. Dengan cepat Laurent mengambil posisi di dekat Lucas. Dengan terpaksa Kayna harus duduk di sebelah Kyno.

" Permisi, boleh duduk?" Tanya Kayna.

" Hmm.." Jawab Kyno singkat. Entahlah saat itu terasa sangat beda. Tak terdengar obrolan di meja mereka, hening. Entah karena lapar atau apa. Tiba tiba pertanyaa dari Kyno memecah keheningan.

" Mana buku fisika gue?" Tanya Kyno kepada Kayna yang sedang menyantap bakso favoritnya.

" Ummm, sorry gue lupa bawa. Ketinggalan di rumah. Gue janji besok balikin kok." Jawabnya sambil berbohong. Maaf Kyn, gue lakuin ini cuman biar gue bisa lebih sering ngobrol ama lo. Sorry.

" Ok, besok."

" Iya."

***

"Kkkrrriingg!!!"

Bel sekolah kembali lagi berbunyi untuk ke tiga kalinya. Menandakan pulang sekolah. Inilah waktu yang di tunggu tunggu. Tapi kali ini awan sedang menangis. Sangat deras air matanya. Membanjuri Jakarta yang ramai. Kini bulan Desember. Wajar saja bila terjadi hujan. Tapi bodohnya diriku aku tak pernah membawa jas hujan, payung, atau sebagainya.

 Huh, aku harus gimana? Tak ada perlengkapan sama sekali yang aku bawa. Terpaksa aku harus mengeluarkan jurus terakhirku, tas sekolahku. Namun itu tidak begitu berpengaruh, sebagian tubuhku masih tetap saja basah.

" Kasihan sekali gadis itu." Gumam sosok lelaki yang memerhatikanku dari kejauhan tanpa ku ketahui. Kemudian lelaki itu mengejarku. Aku mendengar suara percikan air yang di timpa oleh sepatunya. Tapi aku tak mempedulikannya.

" Nih pake." Kata sang lelaki yang tadi mengejarku. Dia mengulurkan sebuah jaket. Namun aku tak bisa berkata apa-apa.

" Ayolah, pakai saja." Dia berbicara lagi. Namun aku tetap kaku. Lalu aku melihat tangannya melingkari badanku. Dia memakaikan ku jaket itu. Aku terpaku melihatnya. Lalu dia melontarkanku sebuah senyuman yang sangat manis.

" Kky-no.." Hanya kata itu yang keluar dari mulut ku.

" Iya, kenapa?" Tanyanya.

" Kalau aku pake jaket ini, nanti kamu kehujanan.." Ucapku khawatir.

" Sudahlah tidak apa. Mana mungkin aku tega melihatmu seperti ini." Jawabnya. Lalu dia pergi meninggalkanku. Padahal aku belum berkata terima kasih. Dia jalan lebih dulu. Lagi lagi aku masih kaku. Dan lagi lagi aku hanya bisa melihat punggungnya yang makin jauh yang di basah di banjur hujan.

" Terima kasih." Teriakku sekencang mungkin. Dia menoleh dan melontarkan senyum sambil mengangguk.

***

Butiran Es dan Percikan ApiWhere stories live. Discover now